Minggu, 04 Oktober 2015

Mengapa Sabunmu 'Telanjang'?

sabun yang telanjang


Saya sering ditanya mengapa sabunnya dibiarkan telanjang begitu saja, hanya dililit plastik tipis, tidak dibungkus dengan kertas atau kotak yang bagus, dilabeli, seperti sabun-sabun yang dijual massal di toko, swalayan, atau pasar? Kan kelihatan indah, lagipula penampilan yang indah bisa mendongkrak harga. Namun tahukah Anda kalau penampilan yang indah juga bisa meningkatkan ongkos produksi hingga 30%?

Saya tahu itu. Label, bungkus, bisa meningkatkan nilai jual sabun, baik harganya meningkat maupun pembelinya bertambah banyak. Namun saya juga ingat, tujuan awal saya membuat sabun bukan untuk produksi massal, dijual, menjadi industri -walau skala rumah tangga. Tujuan awal saya menyabun untuk mengobati kulit saya yang sensitif, kusam, gampang terkena alergi akibat bahan kimia dan polusi udara yang menjadi-jadi.

Ketika saya merasakan manfaat sabun buatan sendiri, lalu membaginya kepada orang lain yang merasakan manfaat yang sama, maka orang mulai memesannya. Tujuan mereka tentu saja awalnya sama seperti saya, mengobati diri sendiri. Mungkin karena saya kerap posting foto sabun di FB, yang coba-coba 'mengincipi' sabun saya pun mulai banyak. Dari membeli 1-2 batang sabun, lalu menjadi kiloan. Tidak masalah sepanjang saya mampu dan mau mengerjakannya. Namun adakalanya, saya tidak hendak menghabiskan seluruh waktu saya dengan menyabun. Saya butuh bepergian, melakukan penelitian di luar, menulis, membuat laporan, belajar, atau melakukan meditasi secara intensif. Acara menyabun harus berhenti sementara waktu. Bukankah orang harus mengisi dan menjalani hidupnya seefektif mungkin dengan gembira?

Walau bisa mencukupi kebutuhan pokok -seperti makan, membayar tagihan listrik, pulsa, air, bepergian- dengan menyabun, saya tetap tak hendak menjadikannya sebagai sumber utama mata pencarian. Justru dengan menyabun ada kegembiraan lain yang didapat, berderma, menolong orang sakit, membantu sesama. Jadi hingga saat ini saya masih merasa tidak perlu mengemas sabun dengan indah, atau melabelinya dengan label resmi.

Ada yang protes kenapa sabun saya tidak didaftarkan ke BPOM atau mendapat ijin depkes? Sekali lagi saya tegaskan, ini bukan industri. Saya mengerjakannya berdasar pesanan, menggunakan bahan sealami mungkin -kecuali sodium hidroksida yang dipergunakan dalam proses saponifikasi-  seperti minyak nabati, pewarna tumbuhan, pewangi dari minyak esensial atau rebusan bunga tertentu. 

Perumpamaan sederhana, saya mirip pembuat kue kering yang menjual kuenya berdasar pesanan pada lebaran atau natal. Apakah pembuat kue kering tadi harus mendaftarkan produknya ke BPOM dan depkes? Beda misalnya dengan industri biskui M atau R atau KH yang jelas mempekerjakan banyak karyawan, memiliki pabrik di tempat tertentu, beroperasi secara rutin dan memiliki jaringan distribusi yang luas, serta memiliki target omzet tertentu. 

"Bagaimana kalau menggunakan bahan kimia berbahaya? menipu konsumen?" ada lagi yang bertanya begitu. Bahan sabun buatan saya sealami mungkin. Jika Anda tidak percaya, maka jangan membeli sabun saya karena akan membunuh Anda. Banyak kok sabun herbal di luar, juga sabun nabati, beli saja ke mereka. Saya hanya ingin menolong orang yang mengalami gangguan kulit dengan sabun buatan sendiri. Dan saya punya dasar teori maupun studi literatur panjang untuk setiap bahan sabun yang saya pilih. Jadi bukan ngawur, asal njiplak resep orang. Oya, saya juga punya pendidikan akademis yang berkaitan dengan proses kimia dan fisika, dan punya pengalaman yang berhubungan dengan medis/pengobatan. 

Membuat sabun hanyalah satu cara bagi saya menjalankan dhamma. Tapi membagi resep sabun -baik secara percuma maupun berbayar- itu belum bisa saya lakukan. Tingkatan saya masih seperti itu. Masih egois :D

Salam,
Soap4fun





1 komentar:

Unknown mengatakan...

Hazek... Alasan yg bagus... Bermanfaat bagi sesama ^^ NiceWorkDude